Malpraktek Konstruksi:
Robohnya Bangunan Tambahan di Pusat Grosir Metro Tanah Abang
Robohnya bangunan tambahan
pada Metro Tanah Abang dalam masa pelaksanaan yang menyebabkan tidak
berfungsinya bangunan tersebut dapat dinyatakan sebagai kegagalan bangunan.
Menurut Bab I Pasal 1 ayat (6) Undang-undang Jasa Konstruksi Nomor 18 tahun
1999 yang dimaksud dengan kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang
setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak
berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya
yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa.
Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) menegaskan bahwa tanggungjawab pihak yang
terlibat dalam suatu kegiatan konstruksi bukan hanya dalam rentang waktu
pelaksanaan, tetapi berlaku juga setelah serah terima akhir pekerjaan. Pada
Pasal 25 ayat 2 UUJK menyatakan bahwa kegagalan bangunan yang menjadi tanggung
jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan
konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Penyedia jasa menurut Pasal 16
ayat 1 terdiri dari perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi.
Undang-Undang RI No.18
tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Pada bab X tentang Sanksi, bunyi pasal 41,
42, dan 43, adalah; Pasal 41, Peyelengara pekerjaan konstruksi dapat
dikenakan sanksi administrasi dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang
ini.
Pada Pasal 42, ayat 1,
Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 yang dapat dikenakan
kepada penyedia jasa berupa; peringatan tertulis, penghentian sementara
pekerjaan konstruksi, pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi, pembekuan
izin usaha dan/atau profesi, dan pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Ayat
2, Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 yang dapat dikenakan
kepada pengguna jasa berupa; peringatan tertulis, penghentian sementara
pekerjaan konstruksi, pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi, larangan
sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi, pembekuan izin usaha dan/atau
profesi, dan pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Ayat 3, Ketentuan mengenai
tata laksana dan penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pada Pasal 43, ayat 1,
Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak
memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi
atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara
atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai
kontrak.
Pada Ayat 2, Barang siapa
yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak
memenuhi ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan
pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5
(lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus)
dari nilai kontrak.
Pada Ayat 3, Barang siapa
yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja
memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksankan pekerjaan konstruksi
melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya
kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling
lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per
seratus) dari nilai kontrak.
Sumber: