BAB III
GAMBARAN KAWASAN
3.1 Kebun Raya Bogor
Sebagai Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bogor
Pentingnya pengadaan RTH
telah dibahas dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi II di Johannesburg,
Afrika Selatan pada tahun 2002. Konferensi ini menetapkan bahwa kota-kota harus
menyediakan RTH minimal 30% dari luas kota (Brahmantyo & Kustiwan, 2014).
Hasil ini telah menjadi acuan bagi Undang-undang No. 26 Tahun 2007 di Indonesia
tentang Penataan Ruang yang memberi landasan untuk pengaturan ruang terbuka
hijau untuk mewujudkan ruang kawasan kota yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan. Pasal 29 ayat 2 undang-undang ini menjelaskan bahwa proporsi
ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen
dari luas wilayah kota, sedangkan pasal 29 ayat 3 menyebutkan bahwa proporsi
ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh)
persen dari luas wilayah kota.
Undang-undang No. 26
Tahun 2007 ini telah dijabarkan dalam Peraturan Menteri, yaitu Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
05/PRT/M/2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.: 05/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 1 Tahun 2007 menyebutkan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
(RTHKP) sebagai bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi
oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,
ekonomi, dan estetika.
Fungsi RTHKP adalah:
1.
Pengamanan keberadaan kawasan lindung
perkotaan;
2.
Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah,
air, dan udara;
3.
Tempat perlindungan plasma nuftah dan
keanekaragaman hayati;
4.
Pengendali tata air;
5.
Sarana estetika kota.
Manfaat RTHKP adalah:
1.
Sarana untuk mencerminkan identitas
daerah;
2.
Sarana penelitian, pendidikan, dan
penyuluhan;
3.
Sarana rekreasi aktif dan pasif, serta
interaksi sosial;
4.
Meningkatkan nilai ekonomi lahan
perkotaan;
5.
Menumbuhkan rasa bangga dan
meningkatkan prestise daerah;
6.
Sarana aktivitas sosial bagi
anak-anak,remaja, dewasa, dan manula;
7.
Sarana ruang evakuasi untuk keadaan
darurat;
8.
Memperbaiki iklim mikro;
9.
Meningkatkan cadangan oksigen di
perkotaan.
Jenis RTHKP ini
meliputi: taman kota; taman wisata alam; taman rekreasi; taman lingkungan
perumahan dan permukiman; taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial;
taman hutan raya; hutan kota; hutan lindung; bentang alam seperti gunung,
bukit, lereng dan lembah; cagar alam; kebun raya; kebun binatang; pemakaman
umum; lapangan olah raga; lapangan upacara; parkir terbuka; lahan pertanian
perkotaan; jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET); sempadan sungai,
pantai, bangunan, situ dan rawa; jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta
api, pipa gas dan pedestrian; kawasan dan jalur hijau; daerah penyangga (buffer
zone) lapangan udara; dan taman atap (roof garden).
Gambar 3.1 Peta Kebun
Raya Bogor
(Sumber : google.com)
3.2 Karakter Kebun Raya
Bogor
Kebun Raya Bogor
dirancang berdasarkan Taman Inggris yang menampilkan lingkungan yang alami
dengan penataan organik dan penggunaan garis curvilinear yang berfungsi sebagai
jalan dan jalan setapak. Selain menyimpan makna sejarah, Kebun Raya Bogor juga
menyimpan koleksi tanaman langka yang sulit ditemukan, bahkan di tempat
asalnya. Lingkungan alami dan kekayaan botani yang ada didalamnya menyebabkan
Kebun Raya Bogor menjadi tujuan wisata alam dan penelitian, baik secara
domestik, nasional, maupun internasional.
Salah satu daya tarik
utama Kebun Raya Bogor adalah bunga bangkai (Amorphophalus titanum) karena
saat-saat mendekati mekar akan mengeluarkan bau bangkai yang menyengat. Bunga
ini dapat mencapai tinggi 2 m dan merupakan bunga majemuk terbesar di dunia
tumbuhan. Bunga bangkai jenis bunga bangkai Amorphophalus titanum Becc.
(Araceae atau suku talas-talasan) ditanam pada tanggal 19 Desember 1992. Bunga
ini berasal dari Muara Aimat – Jambi, dengan berat umbi 30 kg. Pada tanggal 5
Februari 1994, muncul tunas bunga, kemudian pada tanggal 9 Maret 1994 tingginya
telah mencapai 1 meter. Lima hari kemudian tinggi tanaman ini bertambah menjadi
1,5 meter. Karena tanaman ini termasuk langka, maka tanaman ini termasuk salah
satu tanaman yang dilindungi dan dikembangbiakkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar