Permasalahan Masyarakat Dengan Pemerintah Terhadap Peraturan
Daerah (PERDA) RTRW Kota Depok
Oleh :
Dicky cahyadi saputra
22313420
3TB06
Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan
Jurusan Teknik Arsitektur
Universitas Gunadarma
2015
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur selamanya
kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat taofik dan hidayah-Nya kita
masih dapat beraktivitas seperti biasa.
Alhamdulilah saya dapat
menyelesaikan penulisan ilmiah ini yang bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah softskill, Hukum dan Pranata Pembangunan.
Ucapan terimakasih saya
sampaikan kepada sema pihak yang telah membantu pembuatan penulisan ilmiah ini
sehingga saya dapat menyelesaikan tepat waktunya.
Saya menyadari bahwa
penulisan ilmiah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu saya mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan penyusun penulisan
ilmiah ini.
Akhirnya semoga penulisan
ilmiah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuna untuk kita semua. Aamiin
Depok, 14 Oktober 2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Peraturan Daerah adalah
Peraturan Perundang – Undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan
bersama Kepala Daerah (Gubernur atau bupati / walikota). Materi muatan
Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta
penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang – undangan yang lebih tinggi.
Peraturan Daerah Kabupaten / Kota, yang berlaku di kabupaten / kota tersebut.
Perda Kabupaten / Kota dengan persetujuan bersama Bupati / Walikota. Perda
Kabupaten / kota tidak subordinat terhadap Perd Provinsi.
Kota Depok adalah Kota yang
terletak di Provinsi Jawa Barat. Kota depok memiliki berbagai kecamatan yang
tersebar, yaitu Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Cipayung,
Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cilodong, Kecamatan Limo, Kecamatan Cinere, Kecamatan
Cimanggis, Kecamatan Tapos, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Bojongsari. Saya
menemukan satu perda yang dibuat sebaik mungkin tetapi terdapat masalah
dalam pelaksanaanya, salah satunya adalah masalah yang ada di Kecamatan
Sawangan, Kelurahan Pasir Putih terkait perluasan lahan Tempat Pembuangan Akhir
(TPA). Masalah tersebut saya kutip dari berita yang tersebar di internet dan
oleh sebab itu saya akan membahas masalah tersebut dalam penulisan ilmiah ini.
I.II Perumusan Masalah
I.II.I Masalah apa yang terjadi di Kelurahan
Pasir Putih, Depok?
I.II.II Peraturan daerah apa yang membuat demo warga
terhadap pemerintah?
I.II.III Apa penengah dari masalah tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
Berpedoman kepada
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat
II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon, maka status Kota Depok
berubah menjadi Kota hingga ditetapkannya Hari Jadi Kota Depok pada tanggal 27
April 1999.
Berdasarkan hal tersebut,
dirasakan perlu disusun suatu Rencana Tata Ruang Kota yang strategis, guna
mewujudkan perencanaan Kota yang terpadu dan terarah. Karena itu perlu
dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok yang dituangkan dalam
Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok.
Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Depok berfungsi sebagai pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam lingkup Kota Depok.
Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Depok atau sering disebut sebagai RTRW Kota Depok 2000-2010 disusun
berazaskan pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna
dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta mengandung
nilai-nilai keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.
Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Depok meliputi :
- Kebijakan,
pendekatan, dan strategi pengembangan tata ruang untuk tercapainya tujuan
pemanfaatan ruang yang berkualitas.
- Tujuan
pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
- Struktur
dan pola pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok.
- Pedoman
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok
Berikut adalah berita yang
saya kutip dari internet mengenai tidak konsistennya pemerintaha terhadap
pelaksaanan Peraturan Daerah (PERDA) khusunya menyangkut RTRW Kota Depok:
“Balaikota Depok didemo
ratusan massa yang menolak perluasan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Cipayung, Depok. Penolakan ratusan massa ini berasal dari warga Kelurahan Pasir
Putih karena merasa paling merasakan dampak dari keberadaan TPA itu. Aksi demo
ratusan massa itu berkaitan dengan rencana Pemerintah Kota Depok yang akan memperluas
lahan TPA Cipayung seluas 6 hektar hingga ke Kelurahan Pasir Putih, Sawangan.
Perluasan ini dilakukan karena TPA Cipayung diperkirakan tidak bisa menampung
sampah lagi pada 2014 mendatang.
Rencana Pemerintah Kota
Depok yang ingin memperluas lahan TPA Cipayung ke Wilayah Kelurahan Pasir Putih
mengacu pada dasar hukum Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Depok 2012-2032. Dalam Perda tersebut di pasal 64 ayat (1) huruf
(o) dan huruf (p) menyatakan tentang penataan dan pengembangan TPA Cipayung,
TPA Pasir Putih dan UPS di seluruh Wilayah Kota. Serta Pembangunan Buffer Zone
atau kawasan penyanggah di TPA Cipayung dan TPA Pasir Putih.
Melalui dasar hukum ini
maka Pemerintah Kota Depok tetap ingin melanjutkan rencana perluasan lahan
pengembangan TPA Cipayung ke TPA Pasir Putih, Apalagi pejabat terkait sudah
mengatakan bahwa rencana pembangunan ini sudah disosialisasikan sebelumnya pada
masyarakat.
Pertanyaannya, sosialisasi
apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah Kota Depok ? Apakah sosialisasinya
dalam bentuk pemberitahuan setelah Perda RTRW Kota Depok disahkan atau
sosialisasinya dilakukan sebelum Perda RTRW Kota Depok ini disahkan oleh DPRD
Kota Depok. Terkait sosialisasi, faktanya dalam aksi demo di Balai Kota Depok,
masyarakat justru menanyakan dimana sosialisasinya dan kapan dilakukan. fakta
ini membuktikan bahwa sosialisasi yang dimaksud itu ternyata tidak ada sama
sekali.
Bagi masyarakat Kelurahan
Pasir Putih yang keberatan terhadap pembangunan TPA Pasir Putih, masih ada upaya
hukum yang harus dilakukan yakni dengan melakukan Judicial Review ke Mahkmah
Agung (MA) terhadap Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kota Depok 2012-2032. Walaupun sebenarnya ada dua lembaga yang berwenang
mereview. Pertama, berdasarkan Pasal 145 UU No 32 Tahun 2004 berikut
perubahannya, ada kewajiban mengirimkan semua Perda yang sudah ditandatangani
oleh Kementerian Dalam Negeri. Dalam dua bulan, Kementerian Dalam Negeri sudah
bisa mereview. Kalau misalnya Perda tersebut tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku maka Perda tersebut bisa dibatalkan. Kemudian
yang kedua oleh Mahkamah Agung (MA), melalui mekanisme Judicial Review.
Menurut catatan penulis,
Perda RTRW Kota Depok 2012-2032 memang banyak kekurangannya, Perencanaannya
tidak berdasarkan kajian yang jelas dan terukur. Bagaimana pembangunan bisa
berjalan dengan baik bila RTRW-nya tidak baik, Apalagi RTRW itu adalah sokoguru
pembangunan. Karena itu untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian
hari akibat perencanaan RTRW yang amburadul, baiknya Perda tersebut dibatalkan
karena dalam mekanisme penyusunannya belum memenuhi unsur kelayakan hingga
cenderung berpotensi cacat hukum.
Terkait dengan perencanaan
yang tidak baik, misalkan sekedar contoh, dalam perda RTRW Kota Depok
2012-2032, Kecamatan Sukmajaya tidak termasuk dalam kawasan rawan banjir, dalam
Perda RTRW tersebut di pasal 43, paragraf 6 tentang Kawasan rawan Banjir, pada
ayat (2) menyatakan bahwa Kawasan Rawan banjir meliputi, Kelurahan depok,
Kelurahan mampang, Kelurahan cimanggis, Kelurahan Sawangan, Kelurahan Kalimulya
dan Kelurahan Cipayung
Sedangkan berdasarkan
catatan penulis, bahwa di Kecamatan Sukmajaya terdapat 61 titik Kawasan Rawan
Banjir yang tersebar di enam Kelurahan di Wilayah Kecamatan Sukmajaya. Ke-61
titik rawan banjir tersebut terbagi dalam dua kategori kawasan, pertama adalah
Kawasan Sangat Rawan Banjir (KSRB) dan kedua adalah Kawasan Rawan Banjir (KRB).
Berikut ini adalah 61 titik
rawan banjir yang tersebar di enam Kelurahan di Wilayah Kecamatan Sukmajaya
Kota Depok : Kelurahan Sukmajaya ada 15 titik rawan banjir, Kelurahan Mekarjaya
ada 7 titik rawan banjir, Kelurahan Baktijaya ada 10 titik rawan banjir,
Kelurahan Abadijaya ada 8 titik rawan banjir, Kelurahan Tirtajaya ada 16 titik
rawan banjir dan Kelurahan Cisalak ada 5 titik rawan banjir.
Titik rawan banjir tersebut
umumnya terjadi karena sistem drainase yang tidak berfungsi secara optimal dan
tersumbatnya saluran-saluran air akibat membuang sampah sembarangan. Dan faktor
lainnya adalah terkait dengan struktur tanah pada pemukiman dataran rendah”
Hal-hal yang bisa menjadi
penengah dalam masalah tersebut
Merencanakan Peraturan
Daerah tentunya harus berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku. Apalagi dalam setiap pembuatan Peraturan Daerah selalu tercantum
muatan di Konsideran mengingat yang memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok
pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan
perundang-undangan yang memuat unsur filosofis, yuridis dan sosiologis. Dalam
Konsideran mengingat pada Perda RTRW Kota Depok 2012-2032 tercantum adanya
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah
Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam
Penataan Ruang dan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat.
Dalam Konsideran itu
menyatakan dengan jelas bahwa Perencanaan Tata Ruang Wilayah harus melibatkan
peran serta masyarakat dalam penataan ruang, Hal ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat
Dalam Penataan Ruang, Pasal (2) menyatakan bahwamasyarakat berperan dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang
sesuai dengan hak dan kewajiban yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan. Begitu juga dalam Pasal 5 huruf (a,b,c) menyatakan bahwa
peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan pada tahap perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Selanjutnya dalam pasal (7)
ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam
perencanaan tata ruang dapat secara aktif melibatkan masyarakat. dan ayat (2)
menyatakan bahwa masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah yang
terkena dampak langsung dari kegiatan penataan ruang, yang memiliki keahlian di
bidang penataan ruang, dan/atau yang kegiatan pokoknya di bidang penataan
ruang.
Sangat jelas dinyatakan
bahwa dalam proses Perencanaan Tata Ruang Wilayah Khususnya tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok, Peran serta masyarakat tidak bisa
diabaikan begitu saja. Apabila Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
atau Perda RTRW Kota Depok 2012-2032 dalam perencanaannya tidak melibatkan
peran serta masyarakat, maka Peraturan Daerah tersebut dapat dinyatakan
bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan melanggar
hukum atau boleh dikatakan Perda tersebut cacat hukum alias tidak sah.
BAB III
PENUTUP
III.I Kesimpulan
Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Depok yang selanjutnya disingkat RTRW Kota Depok adalah strategi
pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kota yang disahkan oleh DPRD Kota Depok
melalui Peraturan Daerah. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat berbagai masalah
yang berdampak adanya aksi demonstrasi masyarakat di Kecamatan Sawangan,
Kelurahan Pasir Putih.
Pada dasarnya setiap yang
dilakukan pemerintah terhadap PERDA, haruslah ada sosialisasi terlebih dahulu
kepada masyarakat, karna bagaimanapun Negara Indonesia adalah Negara Demokrasi,
dimana kekuasaan berada ditangan rakyat.
Hal itu juga disampaikan
dalam Konsideran yang menyatakan dengan jelas bahwa Perencanaan Tata Ruang
Wilayah harus melibatkan peran serta masyarakat dalam penataan ruang, Hal ini
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata
Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang, Pasal (2) menyatakan
bahwamasyarakat berperan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan hak dan kewajiban yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan.
DAFTAR
PUSTAKA